Rabu, 21 Juli 2010
Selasa, 08 Juni 2010
Berita Duka Cita
Telah berpulang ke Rahmatullah Bp. Hidayat Atje
(Bapak Mertua dari Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si.
Sekretaris Jendral Pengurus Besar Paguyuban Pasundan)
Pada hari Minggu, 6 Juni 2010 Jam. 10.30 WIB.
Jenasah dimakamkan Senin di Cikahuripan - Cicalengka.
Segenap Keluarga Besar Paguyuban Pasundan menyampaikan
turut berduka cita sedalam-dalamnya.
Semoga Keluarga yang ditinggalkan diberikan kekuatan dan
ketabahan. Amin....
Rabu, 12 Mei 2010
Pelantikan Cabang
Pelantikan Pengurus Cabang Paguyuban Pasundan
Kabupaten Garut, Sumedang, Majalengka, Kuningan,
Subang, Karawang, Tasikmalaya sareng Kota Tasikmalaya
Oleh Sekretaris Jendral Pengurus Besar Paguyuban Pasundan
Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si.
di Bale Pananjung Paguyuban Pasundan
Jalan Sumatera No. 41 - Bandung
Selasa, 20 April 2010
DEMO PAGUYUBAN PASUNDAN DI MABES POLRI TIDAK BENAR
Bandung, 13 April 2010
Pengurus Besar Paguyuban Pasundan,
Ketua Umum, Sekretaris Jendral,
H. A. Syafei Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si.
Ralat Demo Paguyuban Pasundan
DEMO PAGUYUBAN PASUNDAN DI MABES POLRI TIDAK BENAR
Menanggapi berita bahwa Paguyuban Pasundan demo menuntut POLRI mengadili Sosno Duaji, TIDAK BENAR, dan statement seperti itu yang masuk ke ranah politik tidak pernah ada. Kami Pengurus Besar Paguyuban Pasundan menyesalkan perilaku yang mendiskreditkan organisasi Paguyuban Pasundan. Tindakan itu liar dan mencatut nama Paguyuban Pasundan, oleh dan ulah orang-orang yang tidak bertanggung jawab. Kami sangat menghormati proses hukum, transparansi danberdemokrasi yang santun : cara-cara seperti itu bukan karakteristik organisasi kami. Untuk itulah terhadap hal apapun yang bertendensi merusak reputasi organisasi sangat tidak etis sekaligus sangat mengganggu harmonisasi kehidupan masyarakat di Jawa Barat.
Pengurus Besar Paguyuban Pasundan,
Ketua Umum, Sekretaris Jendral,
H. A. Syafei Prof. Dr. H. M. Didi Turmudzi, M.Si.
Sejarah Paguyuban Pasundan
Awal Berdiri
Secara tidak langsung, kelahiran Paguyuban Pasundan dipengaruhi oleh pendirian Budi Utomo pada hari Rabu tanggal 20 Mei 1908, yang dianggap sebagai tonggak awal kebangkitan bangsa Indonesia menggapai kemerdekaan. Pada awalnya, cukup banyak orang Sunda yang bergabung. Cabang-cabang Budi Utomo juga banyak bermunculan di Jawa Barat, seperti di Bandung dan Bogor. Namun beberapa tahun kemudian, keanggotaan orang Sunda dalam Budi Utomo menurun drastis. Hal ini disebabkan karena menurut mereka, dari segi sosial-budaya, organisasi tersebut hanya memuaskan penduduk Jawa Tengah dan Jawa Timur saja.
Atas inisiatif siswa-siswa Sunda di STOVIA (School Tot Opleiding voor Indlandsche Artsen) – sekolah kedokteran zaman Belanda di Batavia (Jakarta), diupayakan pembuatan organisasi untuk orang-orang Sunda. Selanjutnya, para siswa yang berusia sekitar 22 tahun itu, berkunjung ke rumah Daeng Kandoeroean Ardiwinata, yang saat itu sudah dianggap sebagai sesepuh orang Sunda. Dalam kunjungan tersebut, dinyatakan maksud pendirian perkumpulan orang Sunda sekaligus meminta D. K. Ardiwinata untuk menjadi ketua organisasi.
Setelah D. K. Ardiwinata menyanggupi, maka di rumahnya di Gang Paseban, Salemba, Jakarta, pada hari Minggu tanggal 20 Juli 1913 diadakan rapat untuk pendirian perkumpulan. Dalam rapat itu disepakati pendirian organisasi yang kemudian dinamai “Pagoejoeban Pasoendan”. Saat itu ditetapkan D. K. Ardiwinata sebagai penasehat dan Dajat Hidajat (siswa STOVIA) sebagai ketua.
Pada tanggal 22 September 1914, pengurus paguyuban meminta izin kepada pemerintah untuk dapat melakukan kegiatannya secara sah. Dengan surat keputusan nomor 46 tanggal 9 Desember 1914, izin tersebut diberikan. Selanjutnya, sampai tahun 1918, organisasi ini lebih sebagai perkumpulan sosial-budaya.
Kiprah Politik
Seiring dengan keinginan untuk mengadakan perbaikan dalam bidang sosial dan ekonomi, Paguyuban Pasundan merasa perlu untuk turut berkecimpung dalam bidang politik untuk mencapai tujuan-tujuannya. Untuk itu, sejak tahun 1919, seiring dengan dibentuknya Volksraad, dilakukan upaya untuk mendudukkan wakilnya di lembaga tersebut. Selanjutnya dengan surat keputusan nomor 72, tanggal 13 Juni 1919, pemerintah juga mengesahkan Paguyuban Pasundan sebagai perkumpulan politik.
Sejak Desember 1927, Paguyuban Pasundan masuk menjadi anggota PPPKI (Permoefakatan Perhimpoenan-perhimpoenan Politik Kebangsaan Indonesia). Dengan bergabung dalam federasi itu, paguyuban tidak lagi menjadi perkumpulan lokal dengan perhatian hanya pada Pasundan atau Jawa Barat saja, tapi menjadi perkumpulan nasional dengan tujuan bersama yaitu untuk mencapai kemerdekaan bangsa.
Kegiatan dalam bidang politik semakin kuat saat kepemimpinan Oto Iskandar di Nata, yang dijuluki “Si Jalak Harupat”, seorang kelahiran Bojongsoang, Bandung tanggal 31 Maret 1897. Selain menjadi ketua Pengurus Besar Paguyuban Pasundan, ia juga menjadi wakil organisasi tersebut di Volksraad mulai tahun 1931 sampai 1942.