Selasa, 20 April 2010

Sejarah Paguyuban Pasundan

Paguyuban Pasundan (ejaan aslinya Pagoejoeban Pasoendan) adalah organisasi budaya Sunda yang berdiri sejak tanggal 20 Juli 1913, sehingga menjadi salah satu organisasi tertua yang masih eksis sampai saat ini. Selama keberadaannya, organisasi ini telah bergerak dalam bidang pendidikan, sosial-budaya, politik, ekonomi, kepemudaan, dan pemberdayaan perempuan. Paguyuban ini berupaya untuk melestarikan budaya Sunda dengan melibatkan bukan hanya orang Sunda tapi semua yang mempunyai kepedulian terhadap budaya Sunda.

Awal Berdiri

Secara tidak langsung, kelahiran Paguyuban Pasundan dipengaruhi oleh pendirian Budi Utomo pada hari Rabu tanggal 20 Mei 1908, yang dianggap sebagai tonggak awal kebangkitan bangsa Indonesia menggapai kemerdekaan. Pada awalnya, cukup banyak orang Sunda yang bergabung. Cabang-cabang Budi Utomo juga banyak bermunculan di Jawa Barat, seperti di Bandung dan Bogor. Namun beberapa tahun kemudian, keanggotaan orang Sunda dalam Budi Utomo menurun drastis. Hal ini disebabkan karena menurut mereka, dari segi sosial-budaya, organisasi tersebut hanya memuaskan penduduk Jawa Tengah dan Jawa Timur saja.

Atas inisiatif siswa-siswa Sunda di STOVIA (School Tot Opleiding voor Indlandsche Artsen) – sekolah kedokteran zaman Belanda di Batavia (Jakarta), diupayakan pembuatan organisasi untuk orang-orang Sunda. Selanjutnya, para siswa yang berusia sekitar 22 tahun itu, berkunjung ke rumah Daeng Kandoeroean Ardiwinata, yang saat itu sudah dianggap sebagai sesepuh orang Sunda. Dalam kunjungan tersebut, dinyatakan maksud pendirian perkumpulan orang Sunda sekaligus meminta D. K. Ardiwinata untuk menjadi ketua organisasi.

Setelah D. K. Ardiwinata menyanggupi, maka di rumahnya di Gang Paseban, Salemba, Jakarta, pada hari Minggu tanggal 20 Juli 1913 diadakan rapat untuk pendirian perkumpulan. Dalam rapat itu disepakati pendirian organisasi yang kemudian dinamai “Pagoejoeban Pasoendan”. Saat itu ditetapkan D. K. Ardiwinata sebagai penasehat dan Dajat Hidajat (siswa STOVIA) sebagai ketua.

Pada tanggal 22 September 1914, pengurus paguyuban meminta izin kepada pemerintah untuk dapat melakukan kegiatannya secara sah. Dengan surat keputusan nomor 46 tanggal 9 Desember 1914, izin tersebut diberikan. Selanjutnya, sampai tahun 1918, organisasi ini lebih sebagai perkumpulan sosial-budaya.

Kiprah Politik

Seiring dengan keinginan untuk mengadakan perbaikan dalam bidang sosial dan ekonomi, Paguyuban Pasundan merasa perlu untuk turut berkecimpung dalam bidang politik untuk mencapai tujuan-tujuannya. Untuk itu, sejak tahun 1919, seiring dengan dibentuknya Volksraad, dilakukan upaya untuk mendudukkan wakilnya di lembaga tersebut. Selanjutnya dengan surat keputusan nomor 72, tanggal 13 Juni 1919, pemerintah juga mengesahkan Paguyuban Pasundan sebagai perkumpulan politik.

Sejak Desember 1927, Paguyuban Pasundan masuk menjadi anggota PPPKI (Permoefakatan Perhimpoenan-perhimpoenan Politik Kebangsaan Indonesia). Dengan bergabung dalam federasi itu, paguyuban tidak lagi menjadi perkumpulan lokal dengan perhatian hanya pada Pasundan atau Jawa Barat saja, tapi menjadi perkumpulan nasional dengan tujuan bersama yaitu untuk mencapai kemerdekaan bangsa.

Kegiatan dalam bidang politik semakin kuat saat kepemimpinan Oto Iskandar di Nata, yang dijuluki “Si Jalak Harupat”, seorang kelahiran Bojongsoang, Bandung tanggal 31 Maret 1897. Selain menjadi ketua Pengurus Besar Paguyuban Pasundan, ia juga menjadi wakil organisasi tersebut di Volksraad mulai tahun 1931 sampai 1942.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar